Jakarta –
Kamus Sejarah Indonesia Jilid I dan II yang diterbitkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menuai polemik. Dalam kamus tersebut nama pendiri NU KH Hasyim Asy’ari dan Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid tak masuk dalam jajaran tokoh bangsa dalam kamus tersebut.
Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid menyatakan kekecewaannya akan kealpaan penyusun Kamus Sejarah Indonesia. Jazilul menyebut kedua tokoh tersebut punya andil besar dalam perjalanan bangsa Indonesia.
“Betapa tidak nama KH Hasyim Asy’ari dan KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur tidak termuat dalam kamus itu,” ungkap Jazilul, Rabu (21/4/2021.
Jazilul menjelaskan ‘Resolusi Jihad’ yang difatwakan oleh KH Hasyim Asy’ari dan ulama lainnya merupakan bukti mereka berperan penting dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari keinginan penjajah untuk menguasai kembali Indonesia setelah merdeka pada 17 Agustus 1945.
“Dari Resolusi Jihad inilah terjadi peristiwa Pertempuran 10 November di Surabaya,” imbuh Jazilul.
“Catatan dan fakta ini sangat jelas, masa nama KH Hasyim Asy’ari tidak tercantum dalam Kamus Sejarah Indonesia,” cecar Jazilul.
Selain itu, Jazilul mengulas Gus Dur sebagai Presiden Indonesia keempat memiliki peran vital terhadap konsolidasi demokrasi dan toleransi. Perjuangan Gus Dur terhadap kelompok-kelompok yang perlu dibela, menurut mantan alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia itu telah menempatkan dirinya sebagai sosok yang dihormati oleh banyak pihak termasuk dari negara lain.
“Sikapnya yang memperjuangkan keharmonisan kehidupan membuat Gus Dur dihormati sebagai tokoh pluralisme,” kata Jazilul.
“Banyak pengakuan dan penghargaan yang diterima Gus Dur membuktikan ia mempunyai peran nyata dalam kehidupan umat manusia,” imbuhnya.
Sebagai warga NU, Jazilul menegaskan pencantuman KH Hasyim Asy’ari dan Gus Dur di Kamus Sejarah Indonesia merupakan penghormatan kepada jasa-jasa kedua tokoh dan ulama itu.
“KH Hasyim Asy’ari kan sudah diangkat menjadi pahlawan nasional, jadi secara otomatis pasti tercatat dalam sejarah perjalanan bangsa,” cetus Jazilul.
Jazilul pun mendesak Kamus Sejarah Indonesia direvisi agar sejarah yang ada menjadi lurus dan tidak kabur serta berbelok.
“Kamus itu perlu disusun ulang dan bila perlu melibatkan sejarawan dan pihak lain,” ujar Jazilul.
Ia menyebut pencatatan sejarah secara akurat sangat penting agar bangsa ini mengerti peran dan perjuangan para ulama dalam merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan.
“Dengan demikian para generasi selanjutnya bisa meneladani,” seru Jazilul.
(akn/ega)