Jakarta – Ramadhan merupakan lorong panjang menuju kebermaknaan hidup. Mereka yang mampu melihat Ramadhan sebagai bulan penuh hikmah yang mengantarkan manusia dari gelap menuju terang (minadzulumati ila an-nuur), akan mendapatkan pelita di hatinya.
Kita semua mengetahui, bahwa Ramadhan itu bulan penuh ujian. Umat muslim diperintahkan untuk berlapar, merasakan dahaga, beribadah siang malam, memperbanyak amalan-amalan, serta membayar zakat dan meningkatkan sedekah, merupakan cara Allah meningkatkan derajat hambanya.
Bagi penulis, Ramadhan merupakan momentum mengasah kecerdasan. Kita dilatih untuk menyelami diri sendiri, mengais makna mendasar dari diri kita sebagai manusia, sebagai hamba. Kita dilatih untuk jujur pada diri sendiri, menjernihkan hati, mengistirahatkan nafsu.
Selain itu, Ramadhan sebagai bulan penuh rahmat yang bisa dimaknai untuk mengasah kecerdasan kita semua. Ada tiga terminologi kecerdasan, yang terkait paut dengan tempaan manusia di bulan Ramadhan. Pertama, kecerdasan intelektual. Kedua, kecerdasan emosional, dan ketiga kecerdasan spiritual.
Pada bulan Ramadhan ini, kita mendapat situasi yang sangat tepat di mana variasi tiga kecerdasan itu memungkinkan dilatih pada diri manusia. Dan, Allah melatih kita semua agar tiga kecerdasan itu terasah di bulan Ramadhan ini, bulan penuh ujian, bulan yang terlimpah segenap ampunan.
Untuk kecerdasan intelektual, kita bisa mengasahnya melalui banyak media di bulan Ramadhan ini. Kita bisa belajar dari pelbagai platform yang tersedia, dengan mengakses ruang-ruang pembelajaran. Bahkan, kalau di pesantren, santri-santri bisa mengaji sehari semalam untuk mengakses intelektualitas.
Sekarang di tengah pandemi, kita juga bisa mengakses ngaji-ngaji kitab para kiai pesantren di berbagai kawasan, dengan pilihan yang beragam. Ada ribuan Kiai dan Gus yang membuka akses pengajian kitab melalui media sosial. Itu menambah pengetahuan dan meningkatkan kecerdasan intelektual kita.
Tentu saja di luar ilmu agama juga tersedia, dengan sumber yang melimpah. Ada komunitas-komunitas pendidik yang menyelenggarakan kelas-kelas khusus untuk belajar robotika, inovasi digital, artificial intelligence, industri keuangan, dan banyak bidang lain. Ramadhan penuh berkah, kita semua bisa meluangkan waktu untuk belajar, mengasah sisi intelektualitas kita.
Dari sisi emosional, Ramadhan melatih kita untuk mengasah empati dan kepekaan terhadap sesama. Rasa lapar dan dahaga, menjadi penghubung empati kita untuk merasakan saudara-saudara kita yang sedang kurang beruntung, atau mereka yang sedang terkena bencana kelaparan di berbagai negara. Ramadhan memberi ruang bagi kita untuk sejenak jeda, mengasah diri untuk berempati.
Sebuah hadist riwayat Imam Muslim, mengisahkan tentang pentingnya menahan amarah. “Ibn Mas’ud berkata: Nabi bertanya, ‘Siapa yang kalian anggap sebagai orang perkasa? Kami menjawab, ‘Dia yang tak bisa dikalahkan keperkasaannya oleh siapapun’. Nabi menimpali, ‘bukan demikian, akan tetapi yang perkasa adalah yang bisa menahan dirinya ketika marah.” (HR. Muslim).
Hadist di atas menjelaskan betapa menahan emosi sangat penting, bahkan dianggap sebagai keperkasaan. Di sisi lain, ada juga ungkapan: ‘ alghadhabu miftahu kulli syarrin’, marah adalah kunci pembuka segala keburukan. Ibadah puasa mengajarkan kita untuk menahan diri, mengontrol amarah, sebagai kecerdasan emosional. Mereka yang dapat mengontrol amarahnya adalah orang-orang yang menang.
Di sisi lain, kita dianjurkan memperbanyak sedekah dan membayar zakat. Ini dimensi agama yang tersambung langsung dengan kemanusiaan. Bahwa, Islam mengajarkan kita untuk terus berbagi, mencari titik keseimbangan kehidupan. Bahwa, kekayaan itu tidak boleh dinikmati sendiri. Ada hak orang lain dalam setiap harta kita.
Islam mengajarkan kita untuk bekerja keras, menjadi pribadi yang kaya. Tidak ada larangan bagi umat muslim untuk menjadi kaya. Justru, dengan harta itu, kita bisa berbagi untuk sesama. Kita bisa memiliki kekuatan untuk mengentaskan orang lain dari kemiskinan, dengan dukungan moral, skill dan juga modal. Dengan kekayaan itu, kita bisa membantu peningkatan sumber daya manusia generasi muslim di negeri ini.
Nah, kewajiban untuk zakat dan dorongan untuk memperbanyak sedekah untuk membantu kita mengasah kepekaan dan kepedulian terhadap sesama. Dengan demikian, di bulan Ramadhan ini, Islam menuntun kita untuk menjadi manusia yang lebih baik dengan mengasah kecerdasan emosional, memperjuangkan kemaslahatan publik (mashlahah ‘ammah).
Ramadhan juga melatih kita untuk terus meningkatkan kecerdasan spiritual. Tiap hari kita tarawih, shalat malam, tadarus, dan berbagai amalan baik lainnya, yang istimewa selama bulan Ramadhan, mengajak kita untuk menjadi manusia dengan derajat tinggi. Manusia yang memiliki kecerdasan spiritual, sehingga mampu menjadi hamba Allah yang mendapatkan cahaya dan petunjuk menuju shiratal mustaqim.
Nah, selama Ramadhan ini, tiga kecerdasan itu terus menerus diasah dengan berbagai ibadah dan tempaan selama menjalani puasa. Dengan harapan, kecerdasan intelektual, kecerdasan emosial, dan kecerdasan spiritual kita terus meningkat selama Ramadhan. Jadi, bahwa Ramadhan sebagai kawah candradimuka untuk membentuk manusia menjadi pribadi yang lebih baik itu benar adanya.
Nah, Ramadhan ini menggembleng umat muslim, hamba Allah yang mendapat rahmat, agar menjadi orang yang bertakwa. Mendorong kita menjadi pribadi yang baik, sekaligus juga menjadi muhsin, mampu memberikan kebaikan. Tidak hanya sebagai manusia yang bergerak, namun juga menjadi penggerak dan mampu menggerakkan. Tentu saja, mampu menggerakkan komunitas muslim untuk menjadi lebih baik, lebih kreatif, bermanfaat dan peduli pada sesama.
Di sinilah hakekat Ramadhan untuk menggembleng kemanusiaan kita, hakekat sebagai hamba Allah. Ramadhan mengajak umat muslim, kita semua untuk menjadi manusia yang cerdas di lintas dimensi: intelektual, emosional dan sekaligus spiritual (*).
Dr. M. Hasan Chabibie
Praktisi pendidikan, Plt. Ketua Umum Mahasiswa Ahlit Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah/PP MATAN dan Pengasuh Pesantren Baitul Hikmah, Depok Jawa Barat
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis (Terimakasih-Redaksi)
(erd/erd)